Oleh Benny Arnas (Lakonhidup.Com, 30 September 2020)
Sebagaimana imperium dan uang, agama memiliki dua sisi yang saling mengapit—bertatapmuka sekaligus membelakangi: mempersatukan dan memecah-belah. Menariknya, tidak seperti Imperium Romawi yang menghimpun Yunani di bawahnya sehingga bahasa Latin pun mendarah daging dalam masyarakatnya atau biji kakao dan gulungan kain yang menjadi buah konsensus untuk melancarkan transaksi jual beli Suku Aztek, agama justru membelah diri menjadi kepercayaan-kepercayaan yang tidak bernama Agama, tapi menjalankan fungsi sebangun: seseorang yang rajin salat di masjid ternyata koruptor kelas kakap, pendeta menyodomi pemuda kristen yang ingin melakukan pengakuan dosa, atau seorang penganut Budhisme yang menjunjung tinggi kedamaian dan kelembutan sembari tersenyum membantai umat agama lain atas dasar yang tentu saja susah dinalar.
Dalam diri manusia, monoteisme agama tidak lekas membuat para penganutnya memiliki iman yang bulat terhadap sesuatu yang bahkan sudah diatur secara ilahiah lewat kitab-kitab yang tak terbantahkan. Meski banyak pemikir menyebut fenomena ini sebagai jejak sejarah animisme, dualisme atau bahkan politeisme agama yang mengakar dalam perabadan nenek moyang yang menyembah pohon, memberhalakan patung-patung, dan memercayai banyak dewa-dewi, sehingga mau-tidak mau jejaknya pun hadir dalam diri umat manusia hari ini lewat hal-hal yang mirip seperti berdoa di kuburan-kuburan para kiai, berkeluh-kesah kepada pendeta atau membeli surat pengampunan dosa kepada gereja, dan menjilat kaki para pemimpin agar kesejahteraan dan kedamaian keluarga terus lestari.
Perang-perang yang terjadi hari ini adalah pertentangan tak terelakkan antarelemen dalam agama yang diyakini masing-masing yang umum disebut sekte, aliran, manhaj, perkumpulan, hingga (pemikiran) tokoh-tokoh yang menjadi kiblat masing-masing. Lebih parah lagi, pascaperang, biasanya akan lahir konsentrasi-konsentrasi agamis baru yang sibuk dengan klaim, vonis, dan kepemilikan akan jalan-jalan yang benar.
Baca juga: Menjaring Angin – Oleh Benny Arnas (Lakonhidup.Com, 23 September 2020)
Sejarah menunjukkan bagaimana agama monoteistik pertama kali dirilis 350 tahun SM ketika Firaun Akhnaton menyatakan bahwa tak ada yang lebih tinggi dari kekuatan Dewa Aton. Bangsanya mengamininya. Tapi, setelah Akhnaton meninggal orang-orang meninggalkan Aton dan kembali ke dewa-dewi lama. Apa yang terjadi pada agama Kristen menjadi lain karena Paulus dari Tarsus melihat spirit pengorbanan Yesus dari Nazaret sesungguhnya harus diketahui dan dipahami oleh lebih banyak orang sehingga missionari alias dakwah pun dirilis kemudian—hal yang tidak dipikirkan oleh Firaun Akhnaton sebelumnya. Tapi, penyebaran agama Kristen ternyata diiringi dengan belahnya pemahaman yang melahirkan konsentrasi-konsentrasi baru: Katolik yang memercayai bahwa surga harus diusahakan dengan perbuatan baik umat kristen, sementara Protestan menganggap hal itu tidak semestinya menjadi prioritas karena nilai pengorbanan Yesus bernilai jauh lebih besar dari segalanya. Semangat dakwah pun tumbuh di kedua kutub ini. Hal yang sama juga berlaku untuk semua agama yang hari ini populer di dunia, tak terkecuali Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Agama-agama lokal—seperti animisme yang diyakini para pemburu di Lembah Sungai Gangga di masa lalu yang melarang orang-orang menebang pohon ara—hidup dalam kedamaian yang tidak bernafsu untuk menyebar-paksakan yang mereka yakini kepada orang lain. Hal yang sama juga dilakukan oleh pengembara di Lembah Sungai Indus yang haram menangkap rubah berekor putih hanya karena orang yang mereka percayai pernah bercerita kalau binatang itu pernah menunjukkan kepadanya keberadaan batu permata yang sangat indah dan tentu saja berharga. Apakah lantas agama-agama tua dan memunah itu lebih baik dari Islam, Kristen, dan yang lain? Tentu saja tidak. Membela agama-agama lama adalah juga mengesahkan pembunuhan atas dasar kelaparan, pembuangan manula atas dasar ketakbergunaan, atau menganggap apa yang Hammurabi paksakan kepada rakyat Babilonia lewat hukum negaranya yang terkenal diksriminatif dalam sejarah itu sebagai kelayakan.
Ya, itu, kalaupun bukan pilihan, adalah semacam kebijaksanaan masing-masing agama, sebagaimana keyakinan Islam dan Kristen bahwa isi Alquran dan Injil semestinya diikuti banyak orang karena itu satu-satunya jalan ke surga dan bersama-sama ke sana sungguh kegembiraan yang raya-raya.
Baca juga: Living Library – Oleh Benny Arnas (Lakonhidup.Com, 16 September 2020)
Hari ini, agama-agama yang tak berdasarkan aturan ilahiah atau pemikir Barat menyebutnya superhuman laws atawa hukum adimanusiawi hidup, tumbuh, rimbun, subur, dan menunas tak henti di persada Bumi dalam wujud musik, sepakbola, kelab pencinta aglonema, sastra yang—menyitir Seno—mahapaimo, dan Pilkada yang lebih layak dapat prioritas daripada penanganan korona.

Apabila uang kuasa memecah belah, imperium menindas suku-suku di bawahnya, dan agama-agama yang mulia itu pecah menjadi serpihan-serpihan yang paling mampu menemukan celah di tembok yang menyembunyikan surga, kesenangan dan ketakjelasan seolah-olah mengambil tempat baru dalam sinkretisme umat manusia hari ini bahwa:
Kami beragama. Kami percaya semua agama baik. Kami pelajari nilai-nilai di dalamnya. Kami pakai yang cocok. Kami tutup mata terhadap yang memberatkan. Tiktok adalah medium berolah raga yang menyenangkan (tidakkah itu baik dan sangat agamis?), korona adalah takhayul paling dahsyat yang hanya bisa dilibas dengan pendalaman terhadap kitab suci, dan Pilkada adalah bagian misionari dalam melanjutkan kepemimpinan umat manusia yang bestari.
Betapa. Sungguh betapa.
Setelah membaca tulisan ini, saya mengetahui satu hal bahwa setiap agama mempunyai aturan-aturan sendiri ataupun pandangan sendiri dalam segala hal baik itu dalam kehidupan, antara kebaikan dengan keburukan bahkan tentang bagaimana seseorang bisa hidup kekal di surga.
LikeLike
Iya benar apa yang dikatakan bang Ben ini, agama memang tidak menjamin baik atau tidak nya perlakuan maupun sifat .Banyak ya sekarang ini hanya mengaku -aku saja, aku agama Islam namun tidak semuanya meyakini dan menjalankan perintah yang ada. Tapi percayalah semua agama mengajarkan tentang kebaikan hanya saja manusia nya yang terkadang melakukan keburukan atau kesalahan
LikeLike
kita sebagai penganut agama islam bagaimana caranya bisa memberitahu bahwa ada suatu kegiatan yang mereka lakukan itu salah, Misal seperti ikut berbagai trend di tiktok, dan yang lainnya, karena labih banyak orang yang tidak mau diberitahu, dan bagaimana dengan politik yang membawa nama agama agar mereka dengan mudah mendapatkan suara dari rakyat. Adapula yang menggunakan uang untuk mencari suara dari rakyat, dan membuat semua menjadi pecahbelah teruma yang sering saya lihat di kalangan umat islam, itu bagaimana caranya kita dapat membedakan mana yang baik&mana yang buruk.
LikeLike
Agama tidak bisa lepas dari politik, jika politik dipisahkan dengan agama. Maka orang² yg di dalamnya bertindak sewena-wena
LikeLike
Keren ceritanya bang, bener-benar menggambarkan situasi yang sedang kita alami saat ini.
LikeLike
Selamat pagi Bang Benny
Saya tertarik pada Tulisan “Living Library”
Pada tulisan tersebut djelaskan bahwa kesenangan dan ketakjelasaan seolah-olah mengambil tempat baru dalam sinkretisme umat manusia, pada tulisan ini dijelaskan juga bahwa tiktok adalah medium berolahraga yang menyenangkan “(tidakkah itu baik dan sangat agamis)”
Saya kurang setuju mengenai pernyataan Bang Ben yang menyatakan bahwa “tiktok adalah medium berolahraga yang menyenangkan dan tidakkah itu baik dan sangat agamis”
Menurut saya aplikasi tiktok ini tidak baik dan sangat tidak agamis. Aplikasi ini tidak baik karena seperti yang kita lihat banyak anak-anak yang salah mengaplikasikan aplikasi tiktok ini, mereka bergoyang layaknya orang dewasa dan itu sangatlah tidak wajar. Kemudian saya katakan sangat tidak agamis karena terlihat bahwa masih ada orang yang berhijab mengaplikasikan aplikasi tiktok dengan bergoyang berlebihan dan mengumbar auratnya.
Demikian itu saja Bang Ben, terima kasih 🙏
LikeLike
Selepas saya membaca dan mengamati tulisan-tulisan yang di kirim oleh bang Ben. Saya mengetahui beberapa hal yang perlu di pelajari lebih dalam. Terutama mengenai agama, karena ajaran agama memiliki aturan-aturan tersendiri dalam segala hal baik buruk untuk kehidupan sehari-hari. Semuanya ada di dalam diri seseorang itu sendiri bagaimana cara meyakini serta menjalankan kewajiban seorang muslim.
LikeLike
Paragraf terakhir itu hanya sindiran. Coba baca ulang😊
LikeLike
Saya kurang setuju mengenai pernyataan bang Ben yang menyatakan bahwa “tiktok adalah media berolahraga yang menyenangkan (tidakkah itu baik dan sangat agamis).
Menurut saya, aplikasi tiktok tidaklah baik dan sangat tidak agamis. Mengapa demikian, karena seperti yang kita lihat, anak-anak di bawah umur atau orang dewasa yang telah mengapresiasikan aplikasi tiktok banyak mengakibatkan lupa waktu dan perlakuan yang aneh, bergoyang-goyang dengan lepasnya tanpa menghiraukan aurat dan tidak memiliki rasa malu sedikitpun.
LikeLike
Setelah saya membaca tulisan bang benny ini sangat bagus dimana menceritakan yang di alami kita saat ini.
Saya setuju mengenai pernyataan Bang Ben yang menyatakan bahwa “tiktok adalah medium berolahraga yang menyenangkan dan tidakkah itu baik dan sangat agamis” itu tergantung orang yang menilai dan membawa aplikasi tik- tok itu sendiri ke mana dan mempunyai aturan dan pandangan yang berbeda dan memiliki sisi baik dan buruknya tergantung orang yang menyingkapinya.
LikeLike
Sebagai penganut agama islam atau sesama umat muslim ada baiknya kita sama-sama memberitahu dan mengingatkan tindakan atau perbuatan yg jika seseorang melakukan kesalahan, seperti misalnya terlalu berlebihan joget di aplikasi tiktok dll.
LikeLike
Tulisan nya memberikan pengetahuan tentang sejara keagamaan di dunia,serta mengajarkan kita tentang menghargai keberagaman agama,seta tulisan nya bang Ben sendiri memiliki filosofi yang mendalam.
LikeLike
Menurut saya tulisan diatas sangat menarik, Dan banyak sekali pelajaran-pelajaran yang terkandung didalamnya. Apa yang ditulis dalam cerpen diatas itu benar-benar terjadi pada zaman Sekarang dimana kehidupan menusia zaman Sekarang yang lebih mementingkan urusan duniawi dari pada urusan akhiran. Dan yang paling menyedikan saat ini pemilu lebih diutamakan dari pada penangkalan corona.
LikeLike
Setelah saya membaca tulisan ini saya mendapat pengetahuan bahwa setiap agama itu memiliki aturan yang mengarahkan semua orang yang mengikuti agama tersebut berbuat baik akan tetapi orang orang nya lah yang memilih jalan nya sendiri ingin berbuat baik atau tidak
Pada aplikasi tiktok juga banyak yang memberikan edukasi dan pembelajaran tentang agama namun tidak sedikit pula yang membuat konten tidak bermanfaat atau kadang memalukan dirinya sendiri
LikeLike
Pesan yang saya dapat yakni mari pandangan manusia sebagai manusia jangan pandang manusia dari latar belakangnya. Menurut saya jika memandang manusia sebagai manusia maka tak ada lagi manusia yang menjelek-jelekkan latarbelakangnya. Terimakasih
LikeLike
Sebuah cerita yang sangat menggambarkan situasi dan keadaan saat ini. Sebenarnya setiap agama mengajarkan kebaikan hanya saja manusia nya yang sering menyimpang dari ajaran agama itu sendiri.
LikeLike
Seperti yang kita ketahui bahwa keberagaman suatu agama, tentu menjadi pandangan yang berbeda bagi setiap orang yang menganut agama atau kepercayaannya masing-masing. Seperti yang telah dipaparkan dalam tulisan bang Benny tersebut, bahwa setiap agama tentu memiliki norma-norma tersendiri. Agama memang tidak menentukan baik buruknya seseorang yang meyakininya. Namun pada dasarnya setiap agama mengajarkan perdamaian & sikap kasih terhadap sesama manusia.
LikeLike
Pada cerita Bang Benny menjelaskan ada berbagai macam-macam agama, beserta mempunyai aturannya masing-masing dan orang yang beragama percaya semua agama itu baik. Hanya saja bagaimana manusia itu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Terlebih lagi bagaimana menaati aturan agamanya dan bagaimana menggunakan uangnya.
LikeLike
Semua agama itu memiliki aturan dan perintah yang wajib dijalankan seluruh umatnya.
Dan mengenai aplikasi tiktok menurut saya baik karena kita bisa menghibur diri agar tidak bosan disaat pandemi saat ini.
LikeLike
Tulisan ini benar-benar menggambarkan kejadian yang banyak terjadi saat ini. Setiap Agama juga memiliki aturan-aturannya sendiri. Luar biasa bang ben.
LikeLike
Bener bang, tulisan ini menggambarkan keadaan yg kita alami sekarang apalagi di masa pandemi ini. Dan setiap agama juga mempunyai kebijakan masing-masing.
LikeLike
Setiap agama memiliki aturan masing-masing dan keyakinan dalam kehidupannya. sebagaimana keyakinan Islam bahwa isi dalam Al-Quran merupakan salah satu cara menuju surga agama islam juga mengajarkan kita untuk dapat membedakan mana suatu hal yang baik dan yang buruk dalam kehidupan.
LikeLike
telah membaca tulisan ini saya mengerti bahasa : Di Indonesia sendiri ada 6 agama yang berbeda yang saling menghargai satu sama lainnya. Jadi, janganlah kita saling mengejek satu sama lain baik itu disosmed, Rana hukum bahkan di dunia nyata karena hal tersebut hanya memecah satu Negara ini dan menghancurkannya. Dan di dalam bunyi salah satu surah alkafirun “untukmu agamamu dan untukku agamaku” jadi saling menghargai ya😁😁😁
LikeLike
Sangat keren ceritanya,penilaian tentang aplikasi tiktok itu tergantung setiap orang dan tergantung cara pemakaian orang
LikeLike
Ceritanya bangus bang benny sangat bermanfaat.
Setelah saya membaca ceritanya saya bisa tahu agama memang tidak menjamin baik atau tidak nya perlakuan seseorang. Sekarang ini banyak orang yang hanya mengaku agama islam tapi tidak mau mengikuti peraturan agama tersebut. Dan
Uang? Sekarang banyak yang salah menggunakan uang, banyak sekali hubungan keluarga retak cuma gara-gara uang.
Demikian itu saja bang benny
Terimakasih🙏
LikeLiked by 1 person
Kita sudah tahu bahwa Agama berperan sangat penting dalam mengatur kehidupan manusia dan mengarahkannya kepada kebaikan bersama. Maksudnya agama tidak hanya memberikan nilai-nilai yang bersifat moralitas, namun juga menjadikannya sebagai fondasi keyakinan.
Kemudian kita sebagai umat islam sendiri mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Seperti aplikasi tiktok tadi,”tiktok adalah medium berolahraga yang menyenangkan dan tidakkah itu baik dan sangat agamis”
Memang bisa dikatakan aplikasi tiktok itu,sangat menyenangkan,menghibur dan sebagainya.
Tetapi disisi lain,aplikasi tiktok itu bukan lagi orang yang dewasa,orang yang masih kecil aja sudah menggunakan aplikasi tiktok tersebut,apalagi yang berhijab,sambil goyang-goyang berlebihan di depan kamera terus di publikasi,bukankah itu tidak patut di contohi .
Demikian, Terimakasih Bang Ben🙏
LikeLike
Semua agama memiliki aturan dan perintah yang wajib dijalankan oleh semua umatnya. Menurut saya aplikasi tiktok baik digunakan disaat pandemi karena kita bisa menghibur diri agar tidak bosan dirumah. Terimakasih
LikeLike
Di zaman sekarang kebanyakan agama hanya dijadikan sebagai status, dan baik buruknya seseorang tergantung pada diri masing-masing, terkadang sudah tahu dosa malah dilanggar.🙏
LikeLike
Setelah saya membaca tulisan bang Benny, bisa saya cermati bahwa agama merupakan pendoman bagi kita sebagai Umat beragama. Tidak ada, agama yang mengajarkan kejahatan. Semua agama mengajarkan kebaikan, kebahagiaan dan ketentraman diri. Akan terapi, dengan perkembangan zaman yang semakin maju, ada banyak Aplikasi yang membuat seseorang berubah dari pandangan agama. Sebagai contohnya, aplikasi tiktok. Meskipun aplikasi ini bersifat menghibur, tetapi masih tetap saja ada yang sekumpulan orang yang salah menggunakannya.
LikeLike
Benar ka, semua agama itu baiak dan benar sama-sama memiliki tujuan dan kepercayaan masing- masing, karena sudah tertera dalam sebuah hadis yaitu untukmu agamamu untukku agamaku.
LikeLike
Assalamu’alaikum
Selamat malam, semoga kita dalam keadaan baik dan produktif, meski dalam keadaan pandemi ini.
Berdasarkan kutipan ini
“Tiktok adalah medium berolah raga yang menyenangkan (tidakkah itu baik dan sangat agamis?”
Saya pribadi tidak mengklaim tiktok itu baik atau buruk, ini menurut pandangan saya selaku manusia biasa yang bercita-cita “Mencerdaskan kehidupan Bangsa”
Tiktok bisa dikatakan medium berolahraga bagi yang tidak menyalahartikan. Tetapi mari kita lihat, pengguna-pengguna tiktok saat ini. Mereka bermain tiktok tanpa mengenal waktu, tempat dan kondisi.
LikeLike
Cerita yang disajikan Bang Ben, sangat ‘real’. Layaknya pengertian sastra sendiri melahirkan cerita yang merupakan wujud refleksi dari kehidupan masyarakat. Meskipun demikian satire maupun sarkasme yang dituliskan bang Ben, sangat terasa *jleb 😁
LikeLike