“BEGINI saja, ini untuk Arga dan Segara, pengganti kehadiran ayahnya. Minggu depan kuajak mereka kemping ke Ciganjur, temanku punya sekolah alam di sana.”
Saya tidak meragukan kepengrajinan merangkai kata dan plot dalam cerpen ini. Namun Kurnia Effendi entah sengaja atau tidak, menyia-nyiakan dua hal (dalam pengataman saya) untuk memberikan efek kejut di akhir yang sebenarnya biasa-biasa saja.
Soal drama dan keseian, kemudian soal Aceh dan sejarah kelamnya. Saya rasa dua hal ini kalau dicabut dihilangkan pun cerita akan tetap berjalan, dan efek kejutnya jadi tetap ada. Masalahnya kenapa? Jelas, penulisnya sadar untuk masuk KOMPAS dia butuh sesuatu yang “berat”. Dan dua ini bolehlah dianggap berat dari sekadar masalah CLBK atau mantan suami istri yang sebenarnya baik-baik saja.
Di titik ini saya tidak menyepakati cerpen ini.
Saya tidak meragukan kepengrajinan merangkai kata dan plot dalam cerpen ini. Namun Kurnia Effendi entah sengaja atau tidak, menyia-nyiakan dua hal (dalam pengataman saya) untuk memberikan efek kejut di akhir yang sebenarnya biasa-biasa saja.
Soal drama dan keseian, kemudian soal Aceh dan sejarah kelamnya. Saya rasa dua hal ini kalau dicabut dihilangkan pun cerita akan tetap berjalan, dan efek kejutnya jadi tetap ada. Masalahnya kenapa? Jelas, penulisnya sadar untuk masuk KOMPAS dia butuh sesuatu yang “berat”. Dan dua ini bolehlah dianggap berat dari sekadar masalah CLBK atau mantan suami istri yang sebenarnya baik-baik saja.
Di titik ini saya tidak menyepakati cerpen ini.
LikeLike