Cerpen R Giryadi (Kompas, 07 Juli 2019)

Sebenarnya saya bukan penakut. Tetapi, sejak mendengar cerita Bapak tentang hantu pohon gayam yang tumbuh di depan rumah, saya menjadi penakut. Rasa-rasanya apa yang diceritakan Bapak benar adanya. Sebagai anak yang belum cukup dewasa, saya percaya begitu saja kalau pohon gayam di depan rumah itu ada hantunya.
Ketika didera ketakutan, saya selalu bertanya; siapa yang menciptakan hantu? Itulah pertanyaan yang muncul di benak ketika mata saya memandang pohon gayam tua, yang tumbuh di depan rumah.
Setiap usai magrib, saya sudah tidak berani keluar rumah. Saya tidak berani pergi mengaji di mushala yang tak jauh dari rumah. Saya juga tak berani bermain ke rumah tetangga meski jaraknya hanya satu lompatan kaki. Saya hanya memandang suasana luar yang temaram dan bayangan pohon gayam yang daunnya ngrembuyung seperti hantu besar yang diceritakan Bapak.
Kata Bapak, pohon itu berusia puluhan tahun. Pohon itu sudah ada sejak Bapak masih kecil. Saya percaya dengan cerita Bapak, tetapi saya tidak percaya konon pohon itu kalau malam kelayapan mencari anak-anak kecil yang masih bermain atau belum tidur.
“Ah, saya tahu. Hantu itu ciptaan orang dewasa, untuk menakut-nakuti anak kecil!” batin saya berseru.
Tetapi, apakah saya yakin, hantu itu ciptaan orang dewasa? Sementara teman-teman kakak saya yang lebih dewasa juga tak ada yang berani melintas di depan rumah, atau tak berani bertandang ke rumah saya, hanya karena takut dengan |pohon gayam?
“Apa benar, Bu, pohon gayam depan rumah itu berhantu?” suatu ketika saya bertanya pada ibu menjelang senja.
“Katanya si apa, Nak?”
“Bapak….”
Ibu hanya tersenyum, lalu mengajak saya masuk ke rumah karena hari mulai memetang. Saya melihat bayang-bayang pohon itu seperti bergerak-gerak mengikuti saya. Saya memeluk ibu erat-erat.
“Dulu, memang ada cerita seperti itu. Bila pada senja seperti ini, anak-anak yang tidak segera pulang rumah, dia akan digondol hantu dan disembunyikan di pohon gayam.”
Saya suka pengimajian ketika tokoh utama bermimpi pertama kali. Lalu dalam membalut perkembangan psikologi tokoh utama: apik–dari takut hingga menakut-nakuti.
LikeLike
Saya baru tahu kalau penulisnya ini telah berpulang ke Rahmatullah.
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.
Selamat jalan, Semoga karya-karyamu abadi menginspirasi!
LikeLike
Saya membaca cerpen ini–juga–sambil mengingat masa kecil dulu. Kadang terkekeh sendiri. Hampir mirip yang diceritakan kakek. Bedanya, saya tidak menceritakannya kepada anak dan tidak akan pernah cerita-cerita. Karena disamping saat ini saya belum beristri, saya juga tidak percaya adanya hantu. Itu berangkat setelah saya berhasil memungut beberapa ilmu di pesantren. Bahwa di dunia tidak ada hantu. Yang ada hanya jin menjelma hantu. Jin yang bisa berubah-ubah wujud. Jin yang suka mengganggu. Sebab Tuhan tidak pernah menciptakan hantu….
LikeLike
Saya baca kisah ini karena saya suka banget makan gayam. Itu aja. Hahahha
LikeLike
1:47 kam,6 agustus 2020
Baca baca cerpen asik juga…terimakasih.
LikeLike