Cerpen Bonari Nabonenar (Jawa Pos, 23 Juni 2019)

Orang tua biasanya menginginkan anak-anaknya menjadi orang dengan capaian-capaian lebih dari yang mereka dapatkan.
MENJADI guru sekolah dasar adalah cita-cita Sutragi sejak ia masih duduk di bangku kelas rendah. Sekolah dasar. Sebab, hanya itu profesi paling terhormat yang ia lihat. Sutragi kecil tidak pernah bertemu pegawai bank, dokter, pegawai kecamatan, dan lain-lain. Di Desa Jumawut, tempat Sutragi lahir dan menamatkan sekolah dasarnya, ada tiga orang pegawai negeri yang bukan guru. Mereka masing-masing bekerja sebagai: kuli ratan, mandor ratan, dan seorang lagi mandor kawat. Tetapi, guru tetaplah profesi dambaan Sutragi. Ia lahir dari rahim perempuan yang kemudian menjadi guru.
Orang tua biasanya menginginkan anak-anaknya menjadi orang dengan capaian-capaian lebih dari yang mereka dapatkan. Tetapi, tidak demikian orang tua Sutragi.
Ibu Sutragi seorang guru sekolah dasar, yang hanya mengidamkan anaknya menjadi guru. Guru yang mendapatkan posisinya dengan terlebih dulu membuktikan lulus dari sekolah pendidikan guru. Bukan seperti dirinya, yang menjadi guru karena keberuntungan. Sebagai salah seorang siswi yang menonjol di kelasnya, pak kepala sekolah menganjurkannya segera mengikuti kelompok belajar paket agar mendapatkan ijazah setara SMP. Lalu meneruskan kursus pendidikan guru sambil menjadi guru sukarelawati.
Ibu Sutragi memang diuntungkan situasi yang baru saja merenggut nyawa suaminya. Dalam situasi yang merenggut nyawa suaminya itu, negara kehilangan banyak tenaga guru. Maka, dibutuhkan guru-guru baru sebagai pengganti mereka. Kebutuhan itu tidak akan segera dapat dipenuhi jika harus menunggu mereka yang secara reguler lulus dari sekolah pendidikan guru.
Sejak mampu memahami persoalan di sekitarnya, Sutragi menyaksikan betapa profesi guru sedemikian dihormati di desanya. Beberapa guru baru datang dari kota atau dari desa lain. Ada yang baru berstatus sukarelawan. Ada pula yang sudah mengantongi SK sebagai pegawai negeri. Melalui rerasan para orang tua, Sutragi tahu betapa banyak yang berharap menjadi mertua guruguru baru. Yang masih lajang itu. Tak peduli sudah berstatus pegawai negeri atau masih sukarelawan.
Jujur suka dengan potret “wajib jadi PNS” yang menjamur di perkampungan. Demi menjadi PNS, banyak orang kampung menjual tanah sawah. Sayang demi sayang, nasibnya selalu dipermainkan zaman.
Kalau boleh sedikit mengganjal ialah soal “apa ini terkait kasus bapakku,” menurutku agak janggal. Kalau bapak terlibat kasus yang demikian yakni PKI, maka sudah pasti ibu ikut direpresi. Bahkan sangat mungkin terjebak dengan fitnah terlibat. Untung porsi ini hanya sekalimat. Jadi masih OK-lah.
LikeLike
Aku tidak terlalu paham ..
LikeLike