
Sebuah Prolog
Merespon komentar dari rekan-rekan pembaca Lakonhidup.Com di group dan page Cerpen Koran Minggu dan di sini, Admin memutuskan untuk mengadakan polling [kata ini dalam Bahasa Inggris senada dengan voting, yang berarti “pemungutan suara”, tetapi bukan “undian” atau “lotre”] ya.
Secuil tentang “Cerpen Pilihan Kompas” dan “Cerpen Kompas Pilihan”
Jika kita membaca ulang koleksi lengkap 24 buku “Cerpen Pilihan Kompas” dan “Cerpen Kompas Pilihan” edisi 1992-2016 yang telah terbit, kita akan menemukan fakta bahwa cerpen-cerpen yang terpilih tersebut dipilih oleh Dewan Juri yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu [1] para redaktur atau pernah sebagai redaktur di Kompas Minggu dan [2] “orang luar” Kompas.
“Orang luar” Kompas sempat dipercaya untuk menjadi Dewan Juri pada tahun 2006 hingga 2009. Edisi tahun 2006, Kompas memercayakan posisi Dewan Juri pada Prof. Dr. Bambang Sugiharto, Guru Besar Filsafat yang mengajar di Universitas Parahyangan dan Institut Teknologi Bandung, dan Nirwan Dewanto, penulis berbagai genre sastra, untuk memilih cerpen-cerpen yang terbit di Kompas pada tahun 2005 dan 2006. Maka lahirlah “Ripin” (Ugoran Prasad) yang terpilih sebagai judul cover “Cerpen Kompas Pilihan 2005-2006”.
Tahun berikutnya, 2007, Sapardi Djoko Damono dan Ayu Utami yang mendapat giliran. Tahun 2008, peraih Khatulistiwa Literary Award 2004, Linda Christanty, dan pengajar filsafat di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Rocky Gerung yang didaulat. Dan terakhir, tahun 2009, Kompas juga memercayakan posisi Dewan Juri kepada kritikus sastra, Budiarto Danujaya, dan Menteri Riset dan Teknologi 2004-2009, Kusmayanto Kadiman.
Semua hasil pilihan Dewan Juri “orang luar” Kompas ini diberi tajuk: “Cerpen Kompas Pilihan”. Berbeda dengan hasil pilihan Dewan Juri dari “orang dalam” Kompas yang berjudul: “Cerpen Pilihan Kompas”.
Setelah itu, tahun 2010, kembali proses kurasi didapuk oleh “orang dalam” Kompas sendiri. Dewan Juri untuk edisi mutakhir terdiri dari Myrna Ratna, Frans Sartono, Putu Fajar Arcana, Indira Permanasari, dan Sarie Febriane.
Kisi-kisi: Pilihan Subjektif Dewan Juri
Ada empat tema besar yang menjadi latar subjektif Dewan Juri dalam proses terpilihnya 20 cerpen pada gelaran edisi tahun 2016 silam.
Pertama, tentang kekejaman rezim dalam pergolakan politik—diwakili cerpen “Tanah Air” (Martin Aleida), “Sejarah” (Putu Wijaya), “Tukang Cukur” (Budi Darma), “Mengapa Mereka Berdoa kepada Pohon?” (Faisal Oddang), dan “Wayang Potehi: Cinta yang Pupus” (Han Gagas).
Kedua, relasi sosial yang tak setara, terekam dalam “Istana Tembok Bolong, Bong Suwung, Yogyakarta, 1970” (Seno Gumira Ajidarma), “Jaket Kenangan” (Gerson Poyk), “Anjing Bahagia yang Mati Bunuh Diri” (Agus Noor), “Nalea” (Sungging Raga), dan “Penglihatan” (Mashdar Zainal).
Tema ketiga, relasi personal yang rumit melahirkan konflik-konflik tak terduga. “Gulai Kam-bhing dan Ibu Rapilus” (Ahmad Tohari), “Senjata” (Sori Siregar), “Celurit Warisan” (Muna Masyari), “Nelayan yang Malas Melepas Jala” (Damhuri Muhammad), dan “Sepasang Merpati dalam Sebuah Cerita” (Supartika).
Tema terakhir, keempat, tradisi dengan varian spiritualitas dan pengekangan—tema yang menurut Dewan Juri umumnya sangat digemari para pengarang Indonesia. “Roh Meratus” (Zaidinoor), “Terumbu Tulang Istri” (Made Adnyana Ole), “Belis Si Mas Kawin” (Fanny J Poyk), “Perempuan Pencemburu” (Gde Aryantha Soethama), dan “Setelah 16.200 Hari” (Triyanto Triwikromo).
Disclaimer
Polling ini BUKAN untuk menyaingi versi “original” pilihan Dewan Juri “Cerpen Pilihan Kompas 2017” atau “Cerpen Kompas Pilihan 2017” dan TIDAK ADA kaitannya sama sekali. Polling ini lebih pada apresiasi subjektif pembaca Lakonhidup.Com tentang 51 cerpen Kompas yang telah diterbitkan sepanjang tahun 2017.
Jika ada kesamaan pilihan antara versi “original” Dewan Juri dan pilihan pembaca Lakonhidup.Com, itu semata kebetulan belaka. Dan, jika ada perbedaan selera, itulah sejatinya subjektifitas—fakta yang ada di dalam pikiran manusia sebagai persepsi, keyakinan dan perasaan—pilihan kita.
Tentukan Pilihan Subjektif-mu!
Inilah DAFTAR 51 CERPEN YANG TERBIT DI KOMPAS SEPANJANG TAHUN 2017 berdasarkan urutan tanggal terbit dari Januari hingga Desember.
—
Sebutkan 10 cerpen Kompas 2017 pilihan Anda!
—
Jawaban cukup dengan menyebutkan judul cerpen dan nama penulisnya seperti contoh di bawah ini.
- “Di Dalam Hutan, Entah di Mana” (Dewi Ria Utari)
- “Veronika Punya 4 Ayah 4 Ibu” (Gatot Prakosa)
- “Sekoci dan Sepasang Lumba-lumba” (Mashdar Zainal)
- ….
- s/d 10. ….
Kenapa Harus 10 Cerpen?
Merunut sejarahnya, buku “Cerpen Pilihan Kompas” dan “Cerpen Kompas Pilihan” paling sedikit memuat 10 cerpen, tepatnya pada edisi tahun 2005. Cerpen karya almarhum Sang Maestro, Kuntowijoyo, “Jl. Asmaradana” terpilih menjadi yang terbaik ditemani 9 (sembilan) cerpen karya 9 (sembilan) cerpenis lainnya.
Di edisi lain, pernah berisi 15 cerpen (1992, 2002, 2007, 2008), 16 cerpen (1994, 2000, 2001, 2004, 2005-2006, 2009), 17 cerpen (1993, 1995, 1996), 18 cerpen (1997, 2003, 2010), 20 cerpen (1999, 2012, 2016), 22 cerpen (2011), 23 cerpen (2013, 2015) dan 24 cerpen (2014).
Cerpen paling banyak termaktub di edisi tahun 2014, 24 cerpen. Pendatang baru—kala itu, Faisal Oddang—lahir di Wajo, 18 September 1994, menampilkan “Di Tubuh Tarra, dalam Rahim Pohon” sebagai jawara.
Sempat absen di tahun 1998 karena…—sepertinya peristiwa Mei 1998. Khusus untuk tahun 2011, dalam rangka “20 Tahun Cerpen Pilihan Kompas”, dua cerpen terpilih sekaligus sebagai juara bersama. “Salawat Dedaunan” (Yanusa Nugroho) dan “Kunang-kunang di Langit Jakarta” (Agus Noor).
Di luar itu, sebenarnya masih ada Cerpen Kompas Pilihan 1970-1980 “Dua Kelamin bagi Midin”, memuat 53 cerpen, yang dieditori Seno Gumira Ajidarma dengan menggunakan pendekatan spectrum oriented—bagaimana cerpen-cerpen ini menggambarkan perbincangan budaya yang berlaku di masa itu, dengan membuka kemungkinan untuk melibatkannya dalam perbincangan sepanjang masa.
Dan “Riwayat Negeri yang Haru” Cerpen Kompas Terpilih 1981-1990 yang dibidani Radhar Panca Dahana—hampir seluruh dari ke-55 cerpen dalam kumpulan ini a-politis dan a-ideologis, dalam arti tiadanya gugatan-gugatan—tersembunyi atau tidak—pada kenyataan politik dan ideologi (Orde Baru pada masa itu) yang sangat menekan.
Panjang amat nih ceritanya! Wkwkwkkkk….
Syarat dan Ketentuan
[1] Siapa pun warga dunia maya—memiliki akun di dunia maya seperti E-mail, Twitter, Facebook, Google+, Blog, atau lainnya—dapat berpartisipasi dalam polling ini. Setiap warga dunia maya hanya diperbolehkan memberikan 1 (satu) suara—dan tidak dapat direvisi kembali.
[2] Para penulis yang cerpennya dimuat di Kompas sepanjang tahun 2017 boleh berpartisipasi dalam polling ini dan boleh menjagokan cerpennya sendiri.
[3] Polling ini akan ditutup pada hari Senin tanggal 30 April 2018 pukul 23:59:59 WIB.
Silakan ambil bagian Anda ya!
Apresiasi
Admin akan memberikan apresiasi pada 3 (tiga) peserta polling tercepat dengan selera pilihan 10 cerpen sama dengan selera Dewan Juri “Cerpen Pilihan Kompas 2017” atau “Cerpen Kompas Pilihan 2017” berupa masing-masing 1 (satu) buku “Cerpen Pilihan Kompas 2017” atau “Cerpen Kompas Pilihan 2017”.
Happy polling!
1. Nio (Putu Wijaya)
2. Tarom (Budi Darma)
3. Saat Maut Batal Menjemput (Radhar Panca Dahana)
4. Sekoci dan Sepasang Lumba-lumba (Mashdar Zainal)
5. Sumur Gumuling (Indra Tranggono)
6. Bukit Cahaya (Triyanto Triwikromo)
7. Gugatan (Supartika)
8. Gelap (Seno Gumira Ajidarma)
9. Siapa Suruh Sekolah di Hari Minggu? (Faisal Oddang)
10. Aku Membuatmu Bersetia kepada Kesepian dan Kesedihan (Yanusa Nugroho)
LikeLike
1. Lelucon Para Koruptor (Agus Noor)
2. Siapa Suruh Sekolah di Hari Minggu? (Faisal Oddang)
3. Surat Tapol Kepada TKW, Cucunya (Martin Aleida)
4. Perempuan yang Memegang Tali Anjng (Yetti A. KA)
5. Paman Klungsu dan Kuasa Pelutinya (Ahmad Tohari)
6. Tarom (Budi Darma)
7. Percakapan Dua Perasaan (Han Gagas)
8. Kalau Kau Memandang dengan Mata Terpejam (Hajriansyah)
9. Nio (Putu Wijaya)
10. Tubuh Ayah Berwarna Tanah (Damhuri Muhammad)
LikeLike
Keren Mas Setta, di 2017 saya seneng dan menjagokan beberapa cerpen. Meski kalau boleh mengunggulkan satu judul, seperti 2016 lalu, kali ini tidak ada yang benar-benar menempel dalam kepala saya.
Kalau boleh saya akan memilih “LELUCON PARA KORUPTOR” sebagai salah satu kandidat pertama. Karena secara bentuk, Agus Noor dalam cerpen ini berbeda dengan kebanyakan cerpen di Kompas sebelumnya. Ada selera humor yang pekat dan tentu sindiran dalam cerpen ini selalu akan kontekstual dan sesuai zamannya.
2. Rumah Sukun (Gerson Poyk)
3. Tarom (Budi Darma)
4. Rumah Nayla (Djenar Maesa Ayu)–> cerpen Djenar ini beda juga. Jadi sepertinya akan masuk cerpen pilihan Kompas.
5. Gelap (Seno Gumira Ajidarma)–> idola ini tidak boleh absen dalam cerpen pilihan Kompas.
6. Siapa Suruh sekolah di Hari Minggu? (Faisal Oddang)–> saya selalu iri dengan teks-teks Faisal Oddang. Dalam dan menurut saya, sebagai generasi muda, Faisal Oddang tidak terjebak bermain-main dalam teknik dan bentuk. Tetapi kekuatan narasi.
7. Bukit Cahaya (Triyanto Triwikromo)–>selalu ada nuansa surealisme-magis. Saya menunggu novel tentang Kafka dan puisi tentang KAfka hasil residensi.
8. Sekoci dan Sepasang Lumba-lumba (Mashdar Zainal)
9. Saat Maut Batal Menjemput (Radhar Panca Dahana)
10. Paman Klungsu dan Kuasa Pelutinya (Ahmad Tohari)
Nama-nama lain yang mungkin akan masuk lagi adalah, A Muttaqin, Fanny J Poyk, Indra Tranggono, Mardi Luhung, Martin Aleida, Made Adnyala Ole, Oka Rusmini, dan Ni Komang Ariani.
Tebak-tebakan memang seru, tapi di acara malam anugerah biasanya lebih degdegan dan seru.
LikeLike
1. Tarom – BUDI DARMA
2. Lima Kisah Mimpi Kanak-kanak – GUS TF SAKAI
3. Akhir Perjalanan Gozo Yoshimasu – SORI SIREGAR
4. Tamasya Kota Pernia – TONI LESMANA
5. Kehidupan di Dasar Telaga – S. PRASETYO UTOMO
6. Di Dalam Hutan, Entah di Mana – DEWI RIA UTARI
7. Veronika Punya 4 Ayah 4 Ibu – GATOT PRAKOSA,
8. Empat Babak Cornelia – AM LILIK AGUNG,
9. Sekoci dan Sepasang Lumba-lumba – MASHDAR ZAINAL
10. Kalau Kau Memandang dengan Mata Terpejam – HAJRIANSYAH
LikeLike
1. “Siapa Suruh Sekolah di Hari Minggu” (Faisal Oddang)
Kalau ada cerpen yang saya jagokan untuk menjadi cerpen terbaik Kompas tahun 2017, saya menjagokan cerpen Faisal Oddang yang satu ini. Penuturannya yang unik dan sangat hebat untuk penulis semuda beliau.
2. “Nio” (Putu Wijaya)
3. “Tarom” (Budi Darma)
4. “Percakapan Dua Perasaan” (Han Gagas)
5. “Hikayat Tukang Kayu” (Abdul Hadi)
Tentu saja saya menjagokan cerpen saya sendiri. Hahaha
6. “Tamasya Kota Pernia” (Toni Lesmana)
Tema cerpen ini unik dan sangat jarang cerpen koran yang berakhir happy ending. Salah satunya adalah cerpen karangan Toni Lesmana ini.
7. “Surat Tapol kepada TKW, Cucunya” (Martin Aleida)
Bung Martin kerap menggauli tema sejenis, namun tulisannya selalu sedap untuk disimak.
8. “Aku Membuatmu Bersetia kepada Kesepian dan Kesedihan” (Yanusa Nugroho)
9. “Paman Klungsu dan Kuasa Peluitnya” (Ahmad Tohari)
10. “Lolong Kematian” (Des Alwi)
LikeLike
1. “Rumah-rumah Nayla” (Djenar Maesa Ayu)
2. “Gelap” (Seno Gumira Ajidarma)
3. “Nio” (Putu Wijaya)
4. “Kasur Tanah” (Muna Masyari)
5. “Tubuh Ayah Berwarna Tanah (Damhuri Muhammad)
6. “Lelucon Para Koruptor” (Agus Noor)
7. “Bukit Cahaya” (Triyanto Triwikromo)
8. “Kehidupan di Dasar Telaga (S. Prasetyo Utomo)
9. “Paman Klungsu dan Kuasa Peluitnya (Ahmad Tohari)
10. “Sekoci dan Sepasang Lumba-lumba (Mashdar Zaenal)
LikeLike
1. Lelucon para koruptor(Agus Noor)
2. Sekoci dan Sepasang Lumba-Lumba (Mashdar Zainal)
3. Surga Pembangkang(Ken Hanggara)
4. Rumah-rumah Nayla(Djenar Maesa Ayu)
5. Kasur Tanah (Muna Masyari)
6. Perihal Tanda-Tanda(Wisnu Sumarwan)
7. Veronika Punya 4 Ayah 4 Ibu(Gatot Prakoso)
8. Tikus(Yusrizal KW)
9. Gugatan( Supartika)
10. Lolong Kematian (Des Alwi)
LikeLike
1. Djenar Maesa Ayu- Rumah-rumah Nayla
2. Ni Komang Ariani- Perempuan Berambut Api
3. Putu Wijaya- Mio
4. Budi Darma- Tarom
5. Oka Rusmini- Pohon Api
6. Faisal Oddang- Siapa Suruh Sekolah di Hari Minggu
7. Agus Noor- Lelucon Para Koruptor
8. Martin Aleida- Surat Tapol kepada TKW, Cucunya
9. Indra Tranggono- Sumur Guling
10. Ahmad Tohari- Paman Klungsu dan Kuasa Peluitnya
LikeLike
1. Laki-laki yang Menyeberang dan Perempuan di Tepi Persimpangan, Cerpen Ni Komang Ariani (Kompas, 19 Februari 2017)
2. Saat Maut Batal Menjemput Radhar, Cerpen Panca Dahana (Kompas, 12 Maret 2017)
3. Perempuan yang Memegang Tali Anjing, Cerpen Yetti A. KA (Kompas, 23 April 2017)
4. Gugatan Cerpen Supartika (Kompas, 07 Mei 2017)
5. Tamasya Kota Pernia, Cerpen Toni Lesmana (Kompas, 11 Juni 2017)
6. Lelucon Para Koruptor, Cerpen Agus Noor (Kompas, 23 Juli 2017)
7. Lima Kisah Mimpi Kanak-kanak, Cerpen Gus tf Sakai (Kompas, 27 Agustus 2017)
8. Surga Pembangkang, Cerpen Ken Hanggara (Kompas, 08 Oktober 2017)
9. Gelap, Cerpen Seno Gumira Ajidarma (Kompas, 17 Desember 2017)
10. Rumah-rumah Nayla, Cerpen Djenar Maesa Ayu (Kompas, 24 Desember 2017)
LikeLike
10 Cerpen Kompas 2017 Pilihanku (Faris Al Faisal, Indramayu)
1. “Rumah-rumah Nayla” (Djenar Maesa Ayu)
2. “Gelap” (Seno Gumira Ajidarma)
3. “Kasur Tanah” (Muna Masyari)
4. “Tubuh Ayah Berwarna Tanah” (Damhuri Muhammad)
5. “Tarom” (Budi Darma)
6. “Siapa Suruh Sekolah di Hari Minggu?” (Faisal Oddang)
7. “Surga Pembangkang” (Ken Hanggara)
8. “Surat Tapol kepada TKW, Cucunya” (Martin Aleida)
9. “Paman Klungsu dan Kuasa Peluitnya” (Ahmad Tohari)
10. “Sekoci dan Sepasang Lumba-lumba” (Mashdar Zainal)
Nb.
Penomoran bukan urutan juara
Salam harum nan manis dari kota Mangga Indramayu
LikeLike
1. “Siapa Suruh Sekolah di Hari Minggu?” (Faisal Oddang)
2. “Tarom” (Budi Darma)
3. “Nio” (Putu Wijaya)
4. “Saat Maut Batal Menjemput” (Radhar Panca Dahana)
5. “Gelap” (Seno Gumira Ajidarma)
6. “Lima Kisah Mimpi Kanak-kanak” (Gus tf Sakai)
7. “Rumah-rumah Nayla” (Djenar Maesa Ayu)
8. “Perempuan Berambut Api” (Ni Komang Ariani)
9. “Kehidupan di Dasar Telaga” (S. Prasetyo Utomo)
10. “Di Dalam Hutan, Entah di Mana” (Dewi Ria Utari)
LikeLike