Cerpen Faisal Oddang (Kompas, 04 Mei 2014)

DI PASSILIRAN [2] ini, kendati begitu ringkih, tubuh Indo [3] tidak pernah menolak memeluk anak-anaknya. Di sini, di dalam tubuhnya—bertahun-tahun kami menyusu getah. Menghela usia yang tak lama. Perlahan membiarkan tubuh kami lumat oleh waktu—menyatu dengan tubuh Indo. Lalu kami akan berganti menjadi ibu—makam bagi bayi-bayi yang meninggal di Toraja. Bayi yang belum tumbuh giginya. Sebelum akhirnya kami ke surga.
Beberapa hari yang lalu, kau meninggal—entah sebab apa. Kulihat kerabatmu menegakkan eran [4] di tubuh Indo untuk mereka panjati. Sudah kuduga, kau keturunan tokapua [5], makammu harus diletakkan di tempat tinggi. Padahal kau, aku, dan anak-anak Indo yang lain, kelak di surga yang sama.
Pagi-pagi sekali, kau berdiri di ambang bilik—mengetuk pintu ijukku yang rontok sebab bertahun-tahun tak diganti.
”Boleh masuk?”
Aku mengangguk, takut salah bicara dan kau akan murka. Bagi tomakaka’ [6] sepertiku, tak ada yang lebih hina dari salah bertutur kepadamu.
”Maaf,” bukamu, ”sudah seminggu saya di sini, tapi saya sepertinya masih sangat asing.”
”Saya dan anak-anak Indo yang lain juga minta maaf, kau tahulah kami ini hanya tomakaka, bahkan ada tobuda [7], tak seberapa nyali kami untuk melancangi kaum junjungan sepertimu.”
Air matamu jatuh, luruh satu demi satu. Apa yang salah dariku, atau darimu, Runduma? Iya, kutahu namamu dari Indo, malam setelah kau makam di tubuhnya, Indo menerakan segala perihal kau, mesti tak jelas dan tentu saja samar-samar. Kau membawa banyak luka dari dunia?
”Di dunia, saya junjunganmu. Tapi di sini beda…,” kau menggantung, wajahmu kian rusuh, adakah yang kisruh di pikiranmu? Kemudian, tangisanmu keras, bertambah deras buyar air matamu.
”Lola Toding?”
Aku tergagau. Kau tahu namaku? Ah ya, pasti Indo yang memberi tahu. Kau duduk geming—wajahmu tampak ragu.
”Ceritalah!” terkaku, dan aku yakin kau ingin menerakan sesuatu.
”Jangan sampai yang lain tahu, kau bisa menjaga rahasia, kan?”
ini cerpen pertama faisal di kompas ya?
LikeLike
Iya, Umami, ini cerpen pertama saya di Kompas.
LikeLike
Cerpen yang luar biasa. Sarat makna & kritik. Tidak salah kalau pada akhirnya dinobatkan sebagai pemenang cerpen terbaik Kompas 2014. Ceritanya serasa hidup. Dalam sebuah telaah cerpen, saya membaca bahwa tempatnya adalah Kambira, Sangalla’. Sebuah tempat yang menjadi bagian dari kenangan, karena tiap hari melewati tempat tersebut saat SMA.
Cerpen ini meresap ke dalam otak & mengusik sekat2 jantung untuk berbuat sesuatu.
Selamat Faisal. Terima kasih atas ceritanya.
Teruslah berkarya.
LikeLike
Selamat cerpen ini terpilih menjadi cerpen terbaik Kompas 2014
LikeLike
dan langsung jadi yang terbaik.. luar biasa…
LikeLike
Ini cerpen yang menang penghargaan kompas ya… bagus.
Aku baru belajar menyukai membaca cerpen sastra, jadinya harus bolak balik baca biar mudeng..
Selamat.
LikeLike
Luar biasa. Salut, semoga sukses selalu!
LikeLike
Selamat buat Faisal. Pertama dan menjadi yang terbaik. Merindukan cerpen-cerpen berikutnya…
LikeLike
selamat ya faisal, saya jadi tertarik dengan tulisanmu,masih begitu muda, tapi sudah bisa membuat sebuah tulisan yg begitu baik, dan tentu saja mendapat penghargaan…sukses sebagai pemenang penghargaan kompas…SALUT
LikeLike
Reblogged this on .
LikeLike
Selamat buat mas oddang. Ini kemenangan yang ke berapa?
LikeLike
Pernah aku baca,Kak. Malahan foto selfie sama koran yang berisi cerpen Kak Fai juga adaa. :’))
LikeLike
konfliknya mantap!
LikeLike
Ini cerpennya udh FIN?
LikeLike
Sumpah gilak! Konfliknya maks banget. Keren. Salut 🙂
LikeLike
Kok aq g mudeng y.. udh dibaca berulang2.. hehe.. pngen dijelasin gtu mksudnya..
LikeLike